Selasa, 06 September 2011

FanFiction|Lover The Series|The Chaser

Title                 : Lover : The Chaser (Ji Eun’s Point of View)

Genre              : Romance comedy
Rated               : T
Length             : 1 of 6
Author             : Djiulie
Cast                 : IU/Lee Ji Eun as Lee Ji Eun
                          Jae Hyo [Block B] as Ahn Jae Hyo
                          Jae Jin [F.T Island] as Lee Jae Jin
                          Jin Young [B1A4] as Jung Jin Young
                          Eun Jung [T-Ara] as Ham Eun Jung
Theme Song   : IU-Good Day




Aku Lee Ji Eun, umur 20 tahun. Saat ini aku sedang berada di puncak menara Seoul dengan pacarku, Ahn Jae Hyo. Dia berumur 22 tahun. Kami sedang memasang gembok cinta kami.. Tapi, sejujurnya, sampai sekarang, aku masih tidak percaya, dia adalah pacarku. Aku memandangi Jae Hyo yang berdiri di sampingku. Aku masih benar-benar sulit untuk percaya bahwa kini dia sudah menjadi kekasihku..

“ Ada apa? Mengapa kau memandangiku seperti itu?” tanya Jae Hyo lembut.

“ Tidak.. Aku hanya merasa.. Merasa ini semua adalah mimpi..” jawabku.

“ Mengapa kau berpikir begitu?” tanya Jae Hyo heran.

“ Yah.. Mengingat betapa dinginnya kau dulu.. Sulit sekali meluluhkan hatimu saat itu..”

Aku jadi teringat awal dari semua ini. Dua tahun yang lalu semua ini bermula.. Awal aku bertemu dengan Jae Hyo, aku benar-benar mulai dari nol. Pertemuan pertamaku dengannya sangatlah singkat dan tak berarti. Kami berpapasan saat menyeberangi jalan. Sangat simpel bukan? Tapi saat itu aku langsung jatuh cinta padanya. Entah apa alasannya, aku hanya merasa dia orang yang tepat.. Saat itu, aku langsung mengikutinya. Tapi, sayang, aku kehilangan jejaknya..

Setelah hari itu, aku terus berusaha mencari tahu tentang lelaki tampan yang misterius itu. Aku meminta bantuan kakakku, Jae Jin-oppa..

Dua tahun yang lalu..

“ Oppa, bantu aku mencari tahu tentang laki-laki yang kuceritakan itu.. Kumohon..” kataku dengan wajah memohon.

Jae Jin-oppa terlihat malas..

“ Ya!! Kau ini sudah mulai sedikit menakutkan, tahu! Kau ini benar-benar terobsesi pada laki-laki tidak jelas itu ya?” katanya dengan wajah ngeri.

“ Aaaahhh.. Kau belum pernah merasakan jatuh cinta, sih! Ya sudahlah kalau kau tidak mau membantuku! Aku bisa sendiri!” kataku kesal, lalu keluar dari kamar Jae Jin-oppa.

Aku berusaha meminta bantuan dari beberapa teman. Aku juga sudah membayar informan. Tapi, tetap saja tidak ada hasilnya. Sudah berhari-hari aku mencari informasi tentang pria itu, tapi tidak kutemukan juga.



Kutulis tulisan itu pada buku agendaku. Aku mungkin memang sudah terobsesi pada laki-laki itu. Entah apa yang membuatku jatuh cinta sampai seperti ini padanya. Apa mungkin dia menyihirku ya? Entahlah..

***

Hari itu, aku tengah berjalan-jalan sambil menunggu takdir mempertemukanku kembali dengannya. Saat aku sedang menyeberangi jalan, tiba-tiba kulihat sebuah truk menerobos lampu merah. Aku benar-benar shock sampai aku langsung mematung dan hanya terdiam sambil menatap truk itu..

“ AWAS!!!”

Bruk! Seseorang memelukku dan menarikku ke pinggir jalan. Kami berdua tersungkur di tanah. Kepalaku terasa berat dan mataku berkunang-kunang. Sepertinya kepalaku terbentur..

“ Ya! Gwenchana?”

Itulah kata-kata terakhir yang dapat kudengar. Dan saat aku membuka mata, aku sudah berada di rumah sakit. Kulihat seorang pria duduk di samping tempat tidurku.. Mataku terbelalak kaget..

“ Itu DIA!! DIA!!” aku bersorak sorai dalam hatiku.

“ Kalau kau sudah sadar, cepatlah pergi. Aku masih ada urusan. Dan lain kali, kalau menyeberang berhati-hatilah,” katanya dingin lalu meninggalkanku begitu saja.

“ Ya!” panggilku.

Tapi pria itu tidak menoleh sedikitpun. Entah tidak mendengar atau memang sengaja mengacuhkanku.

“ Haaaahhhhhhh...” aku menghembuskan nafas panjang.

Seorang suster menghampiriku..

“ Ada apa, Nona? Mengapa menghela nafas seperti itu?” tanya suster itu.

Ting! Sebuah ide melintas...

“ Sus, apa suster tahu siapa pria yang membawaku ke sini?” tanyaku antusias.

“ Wah.. Kalau itu, saya tidak tahu. Saya kira dia pacar Nona.. Dia tadi menununggu hingga Nona sadar sekitar empat jam lebih, lho..” kata suster itu.

“ Benarkah?” tanyaku tak percaya.

“ Ne. Dan dia kelihatannya benar-benar mengkhawatirkan Nona..” kata suster itu.

“ Begitu, ya... Baiklah.. Kamsahamnida..” kataku.

“ Ne. Sama-sama, Nona..” kata suster itu tersenyum, lalu pergi.

Dia mengkhawatirkanku? Dia menungguku? Mendengar itu semua, hatiku melompat-lompat kegirangan dan jantung berdebar-debar sampai sepertinya jantungku mau melompat keluar dari tubuhku.. Aku senang sekali!!! Rasanya aku ingin berteriak!!

“ Accidentally in love..”

Lagu Accidentally in Love itu mengangetkanku. Kulihat ponselku, ada sebuah panggilan masuk dari salah seorang informanku..

“ Yeoboseyo?”

“ Nona, kami sudah mengetahui nama pemuda itu,” kata informanku itu.

“ Benarkah? Siapa namanya?” tanyaku penasaran.

“ Dia bernama Ahn Jae Hyo. Hanya itu info yang kami dapatkan,” jawab informan itu.

“ Kerja bagus. Kamsahamnida.”

***

“ Ahn Jae Hyo...” nama itu terus saja melintas dalam pikiranku.

Aku sedang berada di tengah pesta ulang tahun rekan bisnis ayahku. Pesta ini benar-benar membosankan. Ayah memaksaku ikut. Ayah memang selalu begitu. Kulihat Jae Jin-oppa sedang mengobrol dengan beberapa rekan bisnis Ayah.

“ Aku bisa gila jika terlalu lama di sini,” gumamku pelan sambil berjalan mengambil minuman.

Kulihat di sampingku seorang pria bertubuh tinggi tegap juga tengah mengambil minum. Wajahnya langsung membuatku...

“ AAAA!!!!!” berteriak senang.

Semua orang menoleh padaku. Aku tidak sadar sudah berteriak seperti itu karena melihat JAE HYO!!! Jae Hyo hanya menatapku sinis, lalu meninggalkanku. Aku langsung membungkuk meminta maaf. Ya Tuhan.. Aku maluuu sekali!!

Setelah selesai meminta maaf, aku mencari Jae Hyo. Dia sedang mengobrol dengan beberapa orang di pinggir kolam renang. Ini kesempatanku! Aku harus mendapatkan informasi tentang dia. Bagaimanapun caranya..

Aku mengikutinya. Ke manapun dia berjalan, aku mengikutinya.. Eh?? Mengapa dia menuju pintu keluar? Pestanya ‘kan belum selesai...

“ Oppa, aku pergi dulu..” pamitku pada Jae Jin-oppa sambil tetap menatap Jae Hyo dan langsung bergerak cepat meninggalkan Jae Jin-oppa.

“ Ya! Ji Eun!! Mau ke mana kau?!” seru Jae Jin-oppa, tapi tak kuanggap.

Aku berlari kecil mengejar Jae Hyo yang masih belum terlalu jauh. Argh! High heels ini menyulitkanku! Kulihat Jae Hyo naik taksi. Aku segera mencegat taksi lain dan langsung saja naik..

“ Tolong ikuti taksi yang di depan itu!”

Taksi Jae Hyo berhenti di sebuah gedung apartemen. Aku mengendap-ngendap. Aku mengikuti Jae Hyo sampai ke apartemennya. Aku menjaga jarak agar tidak ketahuan olehnya.. Aa!! Itu dia apartemennya. Dia  membuka pintu. Aku bersorak-sorak pelan.. Tiba-tiba..

“ Keluar ‘lah. Sampai kapan kau mau berada di situ?” tanya seseorang yang tiba-tiba sudah berdiri di belakangku dengan nada sinis.

Aku menoleh.. Jae Hyo sudah berdiri di belakangku..

“ Hehe..” aku hanya meringis.

Wajah Jae Hyo terlihat kesal..

“ Jangan mengikutiku terus! Kau benar-benar seperti penguntit!” katanya dingin.

Aku terdiam. Kata-kata Jae Hyo barusan benar-benar menusuk. Aku menunduk, lalu berbalik dan berjalan pergi..

“ Kukira dia orang yang baik dan lembut..” gumamku mencibir.

Kurasa aku punya ide yang menarik.. Hehe..

***

Aku sudah berada di depan pintu apartemen Jae Hyo. Baru saja kupencet belnya dan kini aku sedang menanti Jae Hyo membuka pintu..

“ ANNYEONG!!!” sapaku dengan senyum termanisku saat dia membuka pintu.

“ Untuk apa kau ke sini pagi-pagi begini?” tanya Jae Hyo malas.

Huuuufffttt.. Dingin. Seperti biasa. Ini hari ke sembilan aku datang ke apartemennya dan sikapnya tetap sama. Entah mengapa aku sudah merasa sangat terbiasa dengan sikap dingin Jae Hyo.. Tak ada lagi rasa kecewa ataupun sakit hati saat dia bersikap seperti ini..

“ Aku hanya ingin menyapamu. Kau baru bangun tidur ya?” cerocosku tanpa mempedulikan penolakan Jae Hyo dan langsung saja masuk ke apartemennya tanpa permisi.

“ Siapa yang mempersilahkanmu masuk?!” protes Jae Hyo.

“ Aku ‘kan tamu. Jadi aku berhak masuk,” jawabku asal.

Biarkan saja dia kesal. Orang seperti dia hanya bisa dijinakkan dengan cara seperti ini. Hehehe..

“ Cepatlah pulang!” kata Jae Hyo tegas, lalu menarikku keluar.

“ Ya! Apa kau tidak bisa lembut sedikit pada perempuan?! Aku hanya ingin mengenalmu!” prtotesku.

“ Mengenalku? Baiklah. Mari kita berkenalan,” kata Jae Hyo dengan ekspresi dingin, tanpa perasaan, lalu menyeretku masuk ke sebuah kamar.

Jae Hyo mendorong tubuhku ke atas tempat tidur dengan keras..

“ YA!! Apa-apaan kau?!!” teriakku.

Jae Hyo menyergapku..

“ Kurasa ini yang kau inginkan,” katanya dengan mata dingin, lalu berusaha “menyerangku”.

“ Ya!! Lepaskan aku!!!” seruku meronta, berusaha melawan dan menghindar dari serangannya.

Jae Hyo mencengkeram kedua lenganku begitu erat. Percuma aku memberontak. Tenaganya jauh lebih kuat. Tanpa kusadari, air mataku mengalir.. Aku benar-benar ketakutan karena tindakannya dan tatapan matanya yang begitu dingin..

Jae Hyo berhenti, lalu melepaskanku. Wajahnya terlihat merasa bersalah..

“ Pulanglah. Jangan pernah menggangguku lagi,” katanya dingin sambil berdiri memunggungiku.

Aku terdiam..

“ Apa yang kau tunggu? Pulanglah!” katanya tegas.

“ Wae? Mengapa kau seperti ini? Aku hanya ingin mengenalmu! Apa aku salah?! Aku jatuh cinta padamu! Apa itu salah?!” seruku keras dengan air mata yang masih menetes.

“ Salah! Salah besar kalau kau mengatakan kau jatuh cinta padaku! Karena yang kau rasakan itu hanyalah perasaan sesaat! Yang kau sebut cinta itu hanyalah sebuah ilusi yang akan segera lenyap!” jawab Jae Hyo tak kalah keras.

“ Mencintai seseorang itu bukan dosa!! Dan aku yakin itu bukan ilusi!!” seruku.

“ Terserah! Aku tidak peduli! Sekarang pulanglah!!” seru Jae Hyo lebih keras dari sebelumnya dengan tatapan penuh kemarahan padaku.

Aku menunduk. Takut. Itulah yang kurasakan. Aku tak tahu apa yang telah dialaminya di masa lalu sampai dia tak percaya pada cinta.. Tapi, tatapannya itu benar-benar menakutkan. Seakan aku ini mau ditelan bulat-bulat olehnya. Akhirnya aku pun keluar dari apartemen Jae Hyo dengan sedikit berat hati.. Apa yang terjadi barusan, takkan membuatku kapok. Dia pikir aku akan menyerah semudah itu? Huh..

***

“ Mau sampai kapan kau terus mondar-mandir seperti itu? Kau sudah seperti itu selama satu jam lebih..” kata Jae Jin-oppa dengan wajah heran melihat tingkahku.

“ Kalau kau tidak bisa membantuku, lebih baik kau diam saja,” kataku kesal.

Jae Jin-oppa selalu saja memprotes segala hal yang kulakukan untuk mendekati Jae Hyo. Menurutnya, aku benar-benar sudah gila..

“ Bagaimana aku bisa diam kalau kau bertingkah aneh seperti itu di kamarku? Mengapa kau tidak berpikir di kamarmu saja?” kata Jae Jin-oppa jengah.

“ Karena aku sedang dalam misi khusus,” jawabku asal.

“ Misi khusus apa? Pabo! Kau jangan bertingkah seolah-olah dirimu seorang agen rahasia. Kau itu selalu terlalu banyak berkhayal,” kata Jae Jin-oppa meledek.

“ Aku tidak berkhayal seperti itu. Ini misi khusus yang sangat penting bagiku,” jawabku kesal.

Jae Jin-oppa berjalan mendekatiku..

“ Baiklah.. Terserah apa katamu.. Tapi, misi apa sebenarnya? Mengapa misi aneh seperti ini sangat penting bagi adikku yang paling cerewet dan merepotkan ini?” kata Jae Jin-oppa sambil mencubit kedua pipiku sampai panas.

“ YAA!!! Lee Jae Jin!!!” seruku sambil mencengkeram kedua tangan Jae Jin-oppa yang tak mau lepas dari pipiku.

Jae Jin-oppa melepaskan tangannya. Aku mengelus kedua pipiku yang terasa sangat panas..

“ Hahahahahahaha..” Jae Jin-oppa tertawa terbahak-bahak.

“ Ya!! Apa yang kau lakukan?! Kau kira pipiku ini apa sampai kau cubit seperti itu?!! Dan mengapa kau masih bisa tertawa begitu?!! Pipiku sakit sekali tahu!!” protesku.

Pipiku terasa sangat panas. Aku langsung bisa membayangkan betapa merahnya pipiku saat ini..

“ Hahaha.. Hmph.. Mian.. Kau terlalu menggemaskan..” kata Jae Jin-oppa sambil menahan tawa.

“ Cih!” aku membuang muka.

“ Jangan marah seperti itu.. Kau jadi terlihat jelek, lho..” kata Jae Jin-oppa berusaha merayuku.

Ting! Aku mendapat ide yang bagus..

“ Baiklah. Aku akan memaafkanmu. Tapi.. Ada syaratnya,” kataku sambil tersenyum licik. Hehe.. Kena kau!

“ Syarat? Mana ada adik yang memaafkan kakaknya bersyarat seperti kau?” ucap Jae Jin-oppa mencibir.

“ Ya sudah kalau tidak mau,” kataku santai sambil membuang muka.

“ Ya sudah. Baiklah.. Ini karena cintaku padamu.. Apa syaratnya?” kata Jae Jin-oppa pasrah. Hehe.. Aku berhasil!!

“ Bantu aku,” jawabku cepat.

“ Bantu apa? Membantumu belajar?” tanya Jae Jin-oppa heran.

“ Bukaaaaannnn... Bantu aku mendekati Jae Hyo,” jawabku dengan tatapan memohon.

“ Hah? Kalau hal itu, aku tidak mau ikut campur. Kau itu sudah gila karena laki-laki yang tak jelas bernama Jae Hyo itu,” kata Jae Jin-oppa dengan wajah seratus persen keberatan.

Kalau sudah begini, ini saatnya mengeluarkan kartu AS-ku.. Hehe..

“ Oppa..” kataku memohon dengan tatapan paling memelas.

Jae Jin-oppa membuang muka..

“ Aku tidak mau!” katanya cepat sambil berbalik memunggungiku.

Aku berlari ke hadapannya dan masih memasang wajah memohon..

“ Kumohon..” kataku sambil terus menatapnya.

Aku yakin, Jae Jin-oppa takkan mampu bertahan lama-lama dengan kartu AS-ku ini.. Hehe.. Hanya beberapa detik..

5..

4..

3..

2..

1...

“ Haaaaahhhh! Baiklah! Aku mau! Tapi, berhentilah menatapku dengan tatapan seperti itu!” kata Jae Jin-oppa kesal.

Gotcha!! Aku berhasil!! Yay!!

“ Yay!! Gomawo, Oppa!!” seruku senang dan langsung memeluk Jae Jin-oppa.

“ Ya Tuhan.. Bagaimana kau bisa memiliki tatapan seperti itu, sih?!” gerutu Jae Jin-oppa.

“ Hehe..” aku hanya terkekeh.

“ Apa yang harus kulakukan untuk membantumu?” tanya Jae Jin-oppa malas.

“ Bantu aku mecari info tentang Jae Hyo, Oppa..” kataku.

“ Bagaimana caranya? Aku bahkan tidak mengenalnya..” kata Jae Jin-oppa heran.

“ Kau ingat pesta yang kemarin itu ‘kan? Tolong bantu aku mencari info dari sana.. Dia ada di pesta itu.. Berarti dia mengenal salah satu anggota keluarga Paman Kim..” jelasku.

“ Baiklah. Tapi, aku tidak bisa berjanji..” kata Jae Jin-oppa.

“ Gwenchana!! Gomawo, Oppa!!” kataku senang, lalu memeluk Jae Jin-oppa.

“ Ne, ne..” kata Jae Jin-oppa cepat.

“ Aku sangat menyayangimu,Oppa!!” seruku lagi, lalu mengecup pipi Jae Jin-oppa.

“ Di saat begini, baru ‘lah kau bersikap sangat manis padaku.. Dasar..” kata Jae jin-oppa mencibir.

“ Hehe..”

***

“ Annyeong, Jae Hyo-ssi,” sapaku pada Jae Hyo yang baru saja membuka pintu.

Pagi ini aku datang lagi ke apartemennya. Ini hari ke sebelas.. Aku tidak akan menyerah!! Ji Eun, hwaitting!!!

“ Pulanglah,” kata Jae Hyo cepat.

“ Oh, ya.. Aku lupa memperkenalkan diriku kemarin-kemarin. Namaku Lee Ji Eun.. Senang mengenalmu,” kataku tanpa mempedulikan ucapan Jae Hyo. Cara untuk menghadapi orang seperti Jae Hyo adalah mengabaikan ucapan kasarnya. Hehe..

“ Aku tidak mempedulikan siapa kau. Pulanglah,” kata Jae Hyo cepat, lalu menutup pintu apartemennya.

“ YA!! Jae Hyo-ssi!! Aku tidak akan menyerah!!!” seruku keras.

“ Huuuuuuuuuuhhhh..” dengusku kesal.

Aku berjalan meninggalkan apartemen Jae Hyo.. Drrrttt.. Drrrttt.. Ponselku bergetar.. Kulihat nama Eun Jung di layar ponselku.. Sahabatku dari kecil ini.. Apa dia mendapat info baru tentang Jae Hyo, ya??

“ Yeoboseyo? Eun Jung-ah.. Mengapa kau baru menelponku? Apa kau mendapat informasi bagus??” tanyaku bersemangat.

“ Susah sekali mendapatkan info tentang pangeranmu itu.. Aku mendapat info dari beberapa orang. Mereka mengatakan bahwa Jae Hyo itu tinggal sendirian sejak dia masih SMA. Dia membiayai sendiri semua kebutuhannya. Tapi, aku tidak menemukan alasan mengapa dia tinggal sendirian. Beritanya simpang siur.. Ada yang bilang dia itu anak haram.. Ada yang bilang orang tuanya bercerai.. Ada yang bilang dia itu kabur dari rumah.. Aaahh! Banyak sekali ceritanya. Dan semuanya berbeda. Aku sampai bingung sendiri..” jelas Eun Jung panjang lebar.

“ Eun Jung-ah.. Walau kau sibuk, kau masih berusaha membantuku.. Gomawoyo..” kataku tulus.

Eun Jung memang sahabat yang paling bisa kuandalkan.. Dari kecil, Eun Jung selalu membantuku. Dia juga selalu menjagaku. Saat aku masih SD dulu, aku sering diganggu oleh teman-teman sekelasku karena aku sangat pemalu. Hanya Eun Jung ‘lah temanku karena kami bertetangga dan sudah berteman sejak kami belum mulai sekolah. Saat itu, Eun Jung selalu membela dan melindungiku. Sayangnya, kami sudah jarang sekali bertemu hampir satu tahun terakhir karena dia sangat sibuk dengan kuliahnya. Kami hanya berhubungan lewat telpon.. Awalnya aku merasa kesepian karena ia sudah seperti keluarga bagiku..

“ Cheonmaneyo. Ji Eun-ah, sampai kapan kau mau mengejar Jae Hyo seperti ini?” tanya Eun Jung dengan nada khawatir.

“ Wae? Mengapa kau bertanya seperti itu?” tanyaku heran.

“ Aku hanya mengkhawatirkanmu.. Ji Eun-ah, kalau  tak ada hasilnya, lebih baik kau menyerah dan melanjutkan hidupmu.. Ada saatnya kau harus menyerah.. Aku tidak mau kau terus terpaku pada Jae Hyo dan hidupmu pun selalu tentangnya.. Ji Eun-ah, sejujurnya, aku merasa semua usahamu ini sia-sia. Kemarin kau ‘kan bercerita sendiri padaku bagaimana Jae Hyo memperlakukanmu.. Dari sana aku merasa.. Sepertinya Jae Hyo sama sekali tidak tertarik padamu. Bahkan, sepertinya dia membencimu..” jelas Eun Jung panjang.

“ Eun Jung-ah.. Kau terlalu berlebihan.. Aku merasa, kalau aku berusaha lebih keras.. Dia pasti memahami perasaanku..” kataku sambil masuk ke lift.

“ Ne.. Baiklah.. Sesuai perkataanmu saja ‘lah.. Kau tahu harus menghubungi siapa kalau membutuhkan bantuan ’kan?” kata Eun Jung.

“ Ne.. Aku merasa lega memiliki teman-teman yang bisa kuandalkan seperti kau dan Jin Young..” kataku.

Jung Jin Young.. Dia sahabatku juga. Aku dan Eun Jung mulai bersahabat dengannya saat dia baru saja pindah ke Korea Selatan, setelah begitu lama di Swiss. Saat itu, kami baru saja menginjak kelas lima SD dan Jin Young merupakan murid baru di kelas kami. Jin Young sebenarnya lebih tua satu tahun dari kami. Dia mengulang karena sempat sakit cukup lama saat ia masih di Swiss.. Kami menjadi sahabat karena insiden bola basket petaka. Saat pelajaran olahraga, kami bermain basket. Saat itu, aku dan Eun Jung tengah beristirahat di pinggir lapangan sambil menonton anak-anak yang sedang bermain. Sialnya, bola petaka itu jatuh cinta padaku dan menghantam kepalaku hingga aku pingsan. Saat aku bangun, aku sudah berada di ruang kesehatan dan di sampingku ada Eun Jung yang tengah mengamuk pada Jin Young.. Eun Jung mengira Jin Young yang melempar bola itu dan saat Jin Young mengambil bola itu, Eun Jung langsung menariknya.. Jin Young terlihat kebingungan menghadapi emosi Eun Jung yang meluap-luap.. Pada akhirnya, Jin Young tersenyum bodoh dan mengatakan bahwa yang melempar bola itu bukan dirinya, tapi teman setimnya. Jin Young hanya disuruh mengambil bola itu. Aku masih ingat jelas betapa merahnya wajah Eun Jung sambil meminta maaf pada Jin Young saat itu. Hahahaha...

“ Ternyata kau menyadarinya? Biasanya kau ‘kan paling tidak peka.. Hahaha...” ledek Eun Jung.

“ Ya!!” seruku menicbir.

“ Hahaha.. Ji Eun-ah.. Aku merindukanmu dan Jin Young..” kata Eun Jung di sela tawanya.

“ Aku juga.. Kau, sih sibuk sekali.. Kau ini kuliah seperti bekerja dua puluh empat jam tanpa henti..” kataku.

“ Aku juga merasa lelah.. Tapi bagaimana lagi? Ayah menuntutku masuk universitas kedokteran dan harus lulus dengan nilai sempurna.. Dia ingin aku bisa membantu mengelola rumah sakit secepatnya.. Haaahhh..” kata Eun Jung malas.

“ Ayahmu itu tidak pernah berubah.. Dia pikir kau robot? Hari libur pun kau pakai untuk kuliah.. Sesekali ambil ‘lah libur.. Kita pergi bersama seperti saat SMA..” ujarku.

“ Akan kuusahakan.. Huuuffftt.. Kalau aku sudah lulus nanti, aku akan pergi dengan kalian sepuasku.. Huh..” kata Eun Jung.

“ Hwaitting, Eun Jung-ah!!” kataku menyemangati Eun Jung.

“ Ne..”

***

“ Jin Young-ah!!” sapaku sambil melambaikan tangan dari kejauhan.

Aku kini tengah berada di sebuah taman. Aku dan Jin Young berencana mengerjakan tugas kami. Kami berkuliah di Seoul University of Art dan sama-sama berada di divisi musik. Kami diberi tugas untuk membuat sebuah lagu yang menceritakan semua dialami dengan pasangan selama seminggu terakhir. Jadi mau tidak mau, semua pasangan harus menghabiskan seminggu bersama-sama. Dan parahnya, lagu itu harus bisa menggerakkan hati orang yang mendengarnya. Mr. Choi selalu memberi tugas setiap seminggu sekali. Dan tugas darinya selalu menyusahkan dan membuat kami bingung. Tapi, apa boleh buat.. Itu ‘lah resiko kami yang berada di kelas khusus.. Sedikit pamer boleh ‘kan? Hehe..

“ Ji Eun-ah!” sapa Jin Young dengan senyumnya yang sangat kusukai.

Entah mengapa, setiap melihatnya tersenyum, aku merasa tenang dan nyaman. Tak hanya aku, Eun Jung juga merasakan hal yang sama. Sepertinya senyum Jin Young itu membawa ketenangan dan membuat kami dapat melupakan sejenak masalah yang kami hadapi..

“ Kau sudah menunggu lama?” tanyaku.

“ Tidak juga..” jawab Jin Young dengan senyum lembut.

Aku duduk di rerumputan bersama Jin Young. Jin Young memetik senar-senar dari gitar berwarna putih kesayangannya itu..

“ Jin Young-ah, lagu apa yang harus kita buat? Waktu kita hanya satu minggu.. Dan sekarang hanya tersisa lima hari lagi..” kataku.

“ Entah ‘lah.. Aku memilih berpasangan denganmu karena kita sudah lama bersahabat.. Tapi, sejujurnya aku juga bingung harus membuat lagu seperti apa.. Hehe..” jawab Jin Young terkekeh.

“ Lalu kita harus bagaimana? Kau ‘kan tahu sendiri betapa kejamnya Mr. Choi. Aku tidak mau berurusan dengannya dua kali. Masalah tugas yang kemarin itu sudah membuatku cukup kapok berurusan dengannya..” kataku sambil mengingat hukuman yang kuterima karena aku melupakan tugas dari Mr. Choi minggu lalu.

“ Cukup mengasyikkan melihatmu berdiri di tengah lapangan dengan satu kaki, dua tangan memegang telinga, dan tulisan “aku tidak akan melupakan tugasku” tergantung di dadamu seharian.. Hahaha..” ledek Jin Young sambil tertawa.

“ Ya! Jung Jin Young! Berani sekali kau menertawakanku?!” seruku sambil memukuli pundak Jin Young.

“ Aw! Aw! Iya, iya! Aku hanya bercanda..” kata Jin Young sambil berusaha menghindari pukulanku.

Aku berhenti memukulinya.. Kami sama-sama diam. Jin Young memainkan gitarnya, sementara aku hanya menengadah, melihat langit yang cerah sekali hari ini.. Sebuah ide melintas..

“ Jin Young-ah..” panggilku memecah keheningan.

“ Ne?” kata Jin Young langsung menatapku.

“ Aku ada ide. Bagaimana kalau kita datang ke rumah Eun Jung dan mengagetkannya? Mungkin kita bisa mendapat inspirasi jika kita bertiga bersama-sama seperti dulu..” kataku mengusulkan.

“ Idemu bagus! Ayo kita ke rumahnya! Tapi jangan lupa membawakan strawberry shortcake kesukaannya! Kebetulan mobilku kuparkir di dekat toko roti itu,” kata Jin Young bersemangat.

“ Ne!”

Jin Young segera meringkas gitarnya, lalu kami berjalan meninggalkan taman dan menuju ke toko roti langganan kami..

“ Ji Eun-ah, bagaimana hubunganmu dengan Ahn Jae Hyo itu? Apa sudah ada perkembangan?” tanya Jin Young.

“ Aku sudah menemukan apartemennya. Tapi seperti yang kuceritakan kemarin-kemarin.. Dia dingin sekali..” jawabku.

“ Mian.. Aku sama sekali tidak membantu.. Aku tidak bisa menemukan informasi apa pun tentangnya..” kata Jin Young terlihat merasa bersalah.

“ Tidak apa.. Yang penting kau sudah berusaha membantu..” kataku.

“ Apapun yang kau butuhkan, aku akan berusaha membantu semampuku..” kata Jin Young lembut.

“ Ne.. Kalau kau membutuhkan bantuan, kau juga bisa meminta bantuan padaku dan Eun Jung.  Kita bertiga ‘kan sudah berjanji untuk saling membantu..” kataku.

“ Ne. Aku masih dan akan selalu ingat janji kita bertiga itu..” kata Jin Young tersenyum tipis.

Janji kami bertiga adalah janji yang cukup mudah untuk diucapkan, tapi pasti sangat sulit dilakukan.. Kami berjanji akan selamanya bersahabat, kami akan saling jujur satu sama lain, saling membantu, dan tak peduli apapun yang terjadi kami harus saling percaya. Mudah untuk diucapkan, bukan? Tapi amat sangat sulit untuk dipenuhi.. Bahkan aku pernah melanggarnya sedikit. Aku merahasiakan satu hal pada Jin Young dan Eun Jung. Aku terlalu takut untuk megatakan ini pada mereka. Aku tidak mau merusak persahabatan kami karena rahasia ini. Sejujurnya.. Aku pernah jatuh cinta pada Jin Young.. Tapi itu dulu, saat kami duduk di bangku kelas dua SMP. Aku merahasiakannya dan berusaha menghapusnya. Awalnya menyakitkan dan sungguh terasa sesak di dada. Tapi, lama kelamaan, aku bisa menghapusnya. Kami sahabat. Dan selamanya akan begitu, tidak berubah sedikit pun.. Saat kuingat hal itu, rasa sesak itu masih saja ada. Masih ada bagian kecil hatiku yang menyimpan sosok Jin Young. Tapi sekarang, sebagian besar hatiku diisi oleh seorang pria bernama Ahn Jae Hyo. Dan bagian kecil itu akan tetap kecil dan takkan berubah. Aku tidak akan melupakan orang yang mengajariku tentang cinta. Apalagi dia juga salah satu sahabat terbaikku.

“ Kau mau juga?” tanya Jin Young sambil menoleh padaku.

Aku tersadar dari lamunanku. Aku yang tadinya duduk di sudut toko roti sekarang menghampirinya.. Aku memandang ke macam-macam cake yang tertata rapi di etalase toko itu..

“ Hmm.. Aku ingin chocolate cake-nya... Kau sendiri?” kataku.

“ Kau ini seperti baru mengenalku saja.. Sudah pasti aku membeli tiramisu..” jawab Jin Young tersenyum.

“ Ne.. Aku melupakan itu.. Hehe..” kataku meringis.

“ Kejam sekali dirimu..” kata Jin Young sambil mengacak rambutku lembut.

“ Hehe..”

***

“ Eun Jung-ah!!” seruku dan Jin Young dari bawah tangga.

Tak lama, kulihat Eun Jung menuruni tangga..

“  Ji Eun-ah! Jin Young-ah!!” serunya terlihat sangat senang dan segera berlari menghampiri kami.

“ Wah, wah.. Lihatlah si calon dokter ini..” kata Jin Young tersenyum simpul.

“ Ya!! Apa-apaan itu! Aku tidak menginginkan ini! Jangan sebut aku calon dokter!” seru Eun Jung yang langsung memiting Jin Young.

“ Ya!! Eun Jung!! Lepaskan aku!!!” teriak Jin Young meronta.

“ Hahahahahaha...” aku tertawa terbahak.  Mereka benar-benar tidak berubah. Selalu saja begitu. Hahaha..

“ Ji Eun-ah.. Jin Young-ah..” panggil Eun Jung, lalu melepas pitingannya.

“ Ne?” sahutku dan Jin Young bersamaan.

“ Aku benar-benar merindukan kalian!!!” seru Eun Jung, lalu memeluk aku dan Jin Young.

“ Iya, iya.. kami juga sangat merindukanmu.. Benar ‘kan, Jin Young?” kataku.

“ Ne.. Aku rindu kau piting seperti tadi.. Hehe..” kata Jin Young terkekeh.

“ Ya!! Kau ingin kupiting lagi?” tanya Eun Jung sambil menggulung lengan bajunya dan mengambil ancang-ancang untuk memiting Jin Young.

“ Ya! Ya! Yang tadi sudah cukup!” seru Jin Young sambil berlari dan bersembunyi di belakangku.

“ Eun Jung-ah.. Sudah ‘lah..” kataku berusaha menenangkan Eun Jung.

“ Ne! Mana ada dokter yang brutal seperti kau..” ledek Jin Young.

“ Ya! Jung Jin Young-ssi!! Kau jangan mulai mencari masalah lagi!!” ancam Eun Jung.

“ Ne, ne.. Mian..” kata Jin Young terlihat ketakutan.

Kami bertiga menaiki tangga. Kini, kami tengah mengobrol di kamar Eun Jung yang luas..

“ Mengapa kalian tiba-tiba datang? Mengapa tidak menelpon lebih dahulu? Untung aku sedang berada di rumah..” kata Eun Jung bingung.

“ Kami memang berencana mengejutkanmu..” kataku.

“ Dan kalian berhasil membuatku terkejut..” kata Eun Jung tersenyum.

“ Oh ya, kami membawakanmu strawberry shortcake kesukaanmu..” kata Jin Young sambil mengangkat kotak kue yang tadi kami beli.

“ Kalian memang yang terbaik!!” seru Eun Jung senang.

“ Pastinya,” kataku dan Jin Young bangga.

Kami menikmati cake kami..

“ Jadi.. Ada angin apa yang membawa kalian ke sini?” tanya Eun Jung.

“ Kami kebingungan mencari ide untuk membuat lagu..” kataku.

“ Tugas dari Mr. Choi yang menghukummu beberapa waktu yang lalu itu?” tanya Eun Jung.

“ Ne. Dia selalu saja memberi tugas yang menyulitkan..” kataku.

“ Hahaha.. Bersabar ‘lah.. Hwaitting!” kata Eun Jung menyemangati.


“ Eun Jung-ah, bagaimana kuliahmu?” tanya Jin Young.

“ Membosankan.. Kalau ayah tidak memaksaku masuk universitas kedokteran, aku pasti sudah dalam proses menjadi arsitek sekarang..” kata Eun Jung.

“ Eun Jung-ah.. Coba saja kau membicarakan masalah ini dengan Ayahmu sekali lagi..” kata Jin Young.

“ Ne. Kurasa, percuma jika kau melakukan hal yang tidak kau inginkan. Yang ada kau malah semakin malas dan melakukannya dengan setengah hati..” tambahku.

“ Aaaahhh.. Biarkan saja ‘lah.. Aku sudah malas berdebat dengan Ayah.. Selain menguras tenaga, juga makan hati..” kata Eun Jung.

“ Yaaahhh.. Terserah kau saja.. Kami hanya memberi saran..” kata Jin Young.

“ Sudah ‘lah.. Jangan membicarakan ini lagi..” kata Eun Jung.

“ Ne..” sahutku dan Jin Young bersamaan.

“ Ji Eun-ah.. Bagaimana kau dan Jae Hyo?” tanya Eun Jung.

“ Tetap sama.. Seperti yang kuceritakan kemarin.. Tapi aku tidak akan menyerah. Aku pasti bisa meluluhkan hatinya,” kataku yakin.

“ Aku jadi bingung.. Kau ini optimis atau terlalu naif, sih?..” kata Eun Jung heran.

“ Kurasa kombinasi keduanya,” sahut Jin Young.

“ Biarkan saja.. Aku sudah terlanjur jatuh cinta padanya..” kataku menerawang.

“ Semuanya sih bukan masalah.. Asal cintamu itu tidak berubah menjadi obsesi..” kata Jin Young.

“ Ne, Jin Young-oppa..” kataku dengan senyum semanis mungkin.

“ Jangan memanggilku begitu. Kau membuatku merinding.. Hiii..” kata Jin Young bergidik.

“ Hahahahaha..” Eun Jung dan aku tertawa terbahak melihat ekspresi konyol Jin Young.

“ Mengapa kalian tertawa?” tanya Jin Young bingung dengan ekspresi bodoh.

 “ HAHAHAHAHAHAHAHAHAHA!!!!” tawaku dan Eun Jung semakin keras. Melihat ekspresi Jin young yang seperti itu benar-benar membuat kami tak bisa berhenti tertawa.

“ Ya!! Ada apa sebenarnya? Kalian sudah gila, ya??” tanya Jin Young mengernyit heran.

“ Hmph! Wajahmu itu..” kata Eun Jung sambil menahan tawanya.

“ Iya.. Hmph! Ekspresimu tadi benar-benar lucu..” kataku sambil menahan tawaku.

“ Ya!! Kalian pikir aku ini badut?” protes Jin Young.

“ Ne!” jawabku dan Eun Jung kompak.

“ Ya!! Kalian berdua ini!!” seru Jin Young.

“ Hahahaha..” aku dan Eun Jung kembali tertawa. Akhirnya, Jin Young pun ikut tertawa.

“ Jadi, apa sebenarnya tugas kalian? Mengapa kalian sampai kebingungan seperti ini?” tanya Eun Jung.

“ Menulis lagu..” jawabku.

“ Itu ‘kan mudah. Dari dulu kalian ‘kan sudah sering menulis lagu..” kata Eun Jung heran.

“ Ini berbeda.. Eun Jung-ah, kau pikir Mr. Choi memberi kami tugas menulis lagu yang biasa saja? Kalau kau berpikir begitu, itu salah besar.. Tugas ini sama sekali berbeda dengan menulis lagu biasa..” kata Jin Young.

“ Hah? Memang apa bedanya?” tanya Eun Jung bingung.

“ Kami diberi tugas untuk membuat lagu dengan tema kejadian yang kami alami bersama selama seminggu ini.. Dan lagu itu harus bisa menggerakkan hati orang yang mendengarnya.. Menyentuh hati orang yang mendengar lagu kami..” jelas Jin Young lagi.

“ Seperti itu ‘lah..” timpalku.

“ Wow.. Guru kalian itu benar-benar paham cara membuat kalian kesulitan..”

***

Aku memasuki lift dengan senyum terpasang di wajah. Aku merasa senang sekali pagi ini. Kemarin bisa bercanda dan mengobrol dengan Eun Jung dan Jin Young sampai malam membuatku menjadi lebih bersemangat. Untung kemarin Ayah Eun Jung sedang berada di luar kota, makanya Eun Jung bisa membolos kuliah. Hehe..

Aku masih tersenyum saat berjalan menyusuri lorong-lorong gedung apartemen Jae Hyo. Tapi, senyumku hilang saat kulihat apartemen Jae Hyo terbuka dan dia tidak ada di sana, yang ada hanya beberapa orang kurir yang sibuk memindahkan barang. Aku berlari masuk ke dalam apartemen Jae Hyo. Kulihat kardus-kardus berukuran besar dan beberapa kurir sedang mengangkut kardus-kardus itu satu per satu..

“ Ehem.. Aku teman dari penghuni apartemen ini. Apa yang terjadi dengannya? Mengapa barang-barangnya dipindahkan?” tanyaku pada salah satu kurir.

“ Penghuni apartemen ini mau pindah ke tempat lain, Nona..” jawab kurir itu.

“ Mwo? Pindah? Ke mana?” tanyaku heran.

“ Maaf, Nona.. Kami tidak diperbolehkan memberitahu siapa pun ke mana dia akan pindah..” kata kurir itu.

“ Aaahh.. Gomawo..” kataku mengangguk.

“ Cheonmaneyo,” kata kurir itu, lalu pergi mengangkut sebuah kardus keluar.

Aku menoleh ke kiri dan kanan. Mengapa dia pindah? Apa yang harus kulakukan? Kalau kubiarkan begini, semuanya kembali ke nol.. Aku memperhatikan sekelilingku.. Ah!! Aku punya ide!!

To Be Continue.....