Jumat, 09 Desember 2011

FanFiction|OneShoot|Christmas Miracle


Title                : Christmas Miracle

Genre              : Romance, Fantasy

Rated              : PG-15
Length            : OneShoot
Author            : Djiulie
Main Cast      : Dong Jun [ZE:A] as Kim Dong Jun
                          Sulli [f(x)] as Choi Jin Ri
                          Jung Ah [After School] as Kim Jung Ah
                          Thunder [MBLAQ] as Choi Sang Hyun & Gabriel
Other Cast     : Han Jung Soo as Kim Jung Soo 
Theme Song   : Infinite-White Confession

The Main Cast....
1) Dong Jun [ZE:A]


2) Sulli [f(x)]

3) Jung Ah [After School]

4) Thunder [MBLAQ]








“ Nyonya, sepertinya sudah tidak ada harapan lagi bagi Tuan muda. Dokter sudah angkat tangan. Tuan muda tidak akan mampu bertahan tanpa bantuan alat-alat penunjang hidup,” kata seorang pria gagah bertubuh tegap dengan jas rapi pada Nyonyanya.

“ Berapa persen kemungkinan Dong Jun akan sadar?” tanya seorang wanita berambut pendek yang sangat anggun itu dengan wajah tanpa ekspresi.

“ Sudah tiga bulan ini Tuan muda tidak sadarkan diri.. Dokter hanya berkata.. Jika dalam waktu seminggu lagi Tuan muda tidak sadar.. Maka kemungkinan untuk terjadi keajaiban hanya satu sampai lima persen, Nyonya..” kata pria gagah itu.

“ Kalau begitu.. Kita tunggu saja satu minggu lagi. Aku akan melakukan apapun untuk menyelamatkan nyawa Dong Jun,” kata Ibu Dong Jun yang bernama Kim Jung Ah itu.


-Dong Jun’s POV-

Saat aku membuka mata, yang kudapati adalah ruangan luas yang kosong dan serba putih.. Tapi.. Ini bukan rumah sakit. Apa aku sudah mati? Sepertinya begitu.. Kalau aku mati, itu bukan masalah.. Tapi jika tidak, seharusnya aku berada di rumah sakit sekarang.. Aku hanya megingat saat terakhir itu.. Aku mengalami kecelakaan.. Aku menyetir dalam keadaan mabuk.. Lalu, aku tidak bisa mengendalikan mobilku, hingga aku menabrak sebuah truk besar. Setelah itu, aku berada di sini..

Aku memberanikan diri berjalan menuju pintu yang berada di ujung ruangan ini. Kubuka pintu itu perlahan..

“ Ah! Kau sudah sadar?” tanya seorang gadis yang sangat cantik. Kulitnya putih bagai salju dan senyumnya sangat menawan.

“ Siapa kau?” tanyaku heran.

“ Aku Choi Jin Ri. Aku yang menolongmu. Kau pasti tidak mengetahuinya.. Kau sudah cukup lama tidak sadarkan diri..” kata gadis itu tersenyum.

“ Kurasa sebaiknya kau mandi dan mengganti pakaianmu,” kata seorang pria berwajah lumayan manis dengan rambut kecoklatan itu.

“ Ah!! Oppa, idemu bagus sekali!” seru Jin Ri itu menanggapi perkataan pria itu.

Aku hanya bisa diam dan mendengarkan saja apa yang mereka bicarakan..

“ Hei.. Siapa namamu?”tanya Jin Ri ramah.

“ Dong Jun. Kim Dong Jun,” jawabku singkat.

“ Berapa umurmu?” tanya Jin Ri lagi.

“ Dua puluh satu tahun,” jawabku.

“ Wah! Kau lebih tua dariku.. Kurasa.. Aku harus memanggilmu Oppa..” kata Jin Ri dengan ekspresi polos.

Astaga.. Gadis ini benar-benar sangat mempesona. Tapi.. Aku tidak akan jatuh cinta padanya! Cinta dan persahabatan hanyalah bualan!

Lima setengah bulan sebelum kecelakaan itu terjadi..

-Flasback-

Sejak beberapa waktu yang lalu, aku sering merasa pusing, mual, pengelihatanku terkadang menjadi kabur, dan aku menjadi mudah lelah. Aku tahu, sejak kecil kondisi kesehatanku memang buruk. Ibu selalu saja cerewet dan mengomeliku. Tapi, yang kurasakan akhir-akhir ini sangat berbeda. Aku benar-benar merasa SAKIT.. Aku memutuskan untuk ke dokter tanpa sepengetahuan Ibuku. Tanpa mengatakan apa-apa, Dokter Lee menyuruhku melakukan serangkaian tes pemeriksaan. Aku melakukannya karena Dokter Lee adalah dokter keluargaku. Aku mempercayainya..

Hari itu adalah hari di mana aku harus mengambil hasil tesku dan mendengarkan hasil pemeriksaan Dokter Lee..

“ Dong Jun-ah.. Akhirnya kau datang juga,” kata Dokter Lee tepat saat aku masuk ke ruangannya.

“ Ah.. Mian.. Tadi aku ada beberapa urusan,” jawabku tersenyum.

Aku pun duduk di hadapan Dokter Lee masih dengan senyumanku, tanpa aku tahu bahwa aku harus mendengarkan hal yang mengagetkanku..

“ Dong Jun-ah.. Aku benar-benar harus bicara serius padamu kali ini,” kata Dokter Lee serius.

“ Wae? Ada apa ini? Kau jangan membuatku takut,” kataku.

“ Hhh..” Dokter Lee menarik nafas panjang. Entah mengapa, perasaanku semakin kalut.

“ Cepatlah bicara! Ada apa dengan diriku?!” desakku.

“ Kumohon tenanglah dulu..” kata Dokter Lee.

“ Bagaimana aku bisa tenang jika kau menatapku dengan tatapan seolah aku akan mati besok?!!” bentakku.

“ Dong Jun-ah.. Aku minta maaf. Aku sungguh-sungguh minta maaf harus menyampaikan hal buruk padamu..” kata Dokter Lee menunduk sambil mengeluarkan hasil tesku, lalu memberikannya padaku.

Kubuka amplop besar itu perlahan dan kukeluarkan segala berkas yang ada di dalamnya. Aku membaca semuanya sambil mendengarkan penjelasan Dokter Lee..

“ Kau menderita kanker otak stadium tiga. Jika kau mulai pengobatan sekarang..” belum selesai Dokter Lee bicara, aku langsung melempar semua berkas itu dan aku segera meninggalkan ruangan Dokter Lee sebelum aku mengetahui betapa mengerikannya penyakit yang bersarang di tubuhku saat ini.

Aku memacu mobilku menuju sebuah bar dan aku pun berusaha melarikan diri dari kenyataan melalui rokok dan alkohol..

-Flashback ends-

Aku tahu sejak dulu, tidak seorang pun tulus menjadi temanku.. Mereka hanya berusaha mendekatiku untuk memanfaatkan uang yang kupunya. Aku sedikit merasa malas terlahir sebagai putra dari seorang Kim Jung Ah yang notabene adalah model terkenal juga merupakan istri dari Kim Jung Soo, seorang pengusaha di bidang perhotelan. Ayah sudah meninggal tiga tahun yang lalu, dan aku ‘lah pewaris tunggal semua asetnya. Semua orang berusaha dekat denganku tapi dengan maksud yang tidak jauh dari uang. Mereka kira aku tidak mengetahuinya, tapi aku dapat membedakan orang tulus dengan yang tidak dengan mudah. Mereka pikir aku bodoh?

“ Segeralah mandi dan pakai saja baju ini. Ini pakaianku, kuharap ukurannya pas untukmu,” kata laki-laki yang dipanggil Jin Ri dengan panggilan Oppa itu.

“ Ya! Siapa namamu?” tanyaku.

“ Choi Sang Hyun,” jawabnya cepat.

“ Ah..”

“ Cepatlah mandi. Kau pikir kami akan membiarkanmu terus menumpang dengan gratis di sini?” kata Sang Hyun cepat.

“ Ne. Gomawo, Sang Hyun-ssi,” kataku, lalu segera menuju ke kamar mandi.

Astaga.. Aku tidak percaya harus tinggal di rumah sederhana seperti ini! Kamar mandinya sempit sekali! Tapi.. Mengapa rumah sekecil ini bisa memiliki ruangan yang begitu luas seperti tempat saat aku bangun tadi, ya? Aish.. Entahlah.

Aku menyalakan shower dan dalam sekejap air hangat membasahi tubuhku. Banyak hal yang menghampiri otakku. Aku benar-benar tidak percaya aku masih hidup setelah kecelakaan itu menimpaku. Seharusnya aku mati saja! Karena pada akhirnya aku juga tetap akan mati dalam waktu dekat! Entah karena kecelakaan atau karena kanker yang bersarang di tubuhku..

Saat aku keluar dari kamar mandi, senyuman Jin Ri menyambutku..

“ Dong Jun-oppa, sarapannya sudah kusiapkan,” katanya tersenyum manis.

“ Kau tidak usah berpura-pura baik padaku. Simpan saja semua senyum palsumu itu!” kataku dingin.

Aku tahu itu hanyalah senyuman palsu dari orang picik. Di dunia ini tidak ada yang bisa kupercaya selain diriku sendiri..

“ Oppa.. Mengapa kau berkata seperti itu...?” tanya Jin Ri dengan mata berkaca-kaca.

“ YA!! Apa yang sudah kau lakukan?!!” seru Sang Hyun yang melihat Jin Ri tengah terisak.

Astaga. Gadis yang benar-benar munafik!

“ Aku tidak membutuhkan kebaikan palsu kalian! Aku akan pergi sekarang juga!” kataku kasar, lalu aku meninggalkan rumah itu.

Begitu aku berada di luar rumah, suasana di daerah itu terasa sangat asing. Ini bukan di Seoul! Di mana ini?

“ Jogyo.. Apa kau tahu di mana ini?” tanyaku pada seorang gadis yang langsung menatapku dengan tatapan terpesona. Yah.. Itulah reaksi para gadis jika melihatku.

“ Ini.. Di Saint Lucia city,” jawab gadis itu dengan wajah bersemu merah.

“ Ah. Gomawo,” kataku segera meninggalkan gadis itu.

Saint Lucia city? Di mana ini? Ini bukan di Seoul, bahkan ini bukan Korea Selatan!! Astaga! Apa yang harus kulakukan?

Dengan sangat terpaksa, aku kembali ke rumah Jin Ri..

“ Untuk apa kau kembali ke sini?” tanya Sang Hyun sinis.

“ Jika aku tahu di mana ini, aku tidak akan pernah mau kembali ke sini,” kataku datar.

“ Cih. Pergilah! Jangan harap aku akan..” perkataan Sang Hyun terpotong.

“ Oppa!! Biarkan saja diatinggal di sini sampai dia mengenal kota ini,” sela Jin Ri.

“ Aish! Terserah kau sajalah!” kata Sang Hyun kesal, lalu masuk ke sebuah ruangan lain, sepertinya kamarnya, meninggalkan aku dan Jin Ri di ruang tengah.

“ Mianhae.. Sang Hyun-oppa memang mudah sekali emosi,” kata Jin Ri.

“ Aku tidak peduli,” sahutku singkat.

“ Wae? Mengapa kau menilai kebaikan orang lain padamu sebagai sebuah maksud terselubung?” tanya Jin Ri.

“ Apa maksud pertayaanmu?” tanyaku berpura-pura tidak mengerti.

“ Tidak usah berpura-pura bodoh. Dari sikapmu, aku bisa menebak bahwa kau tidak pernah mempercayai kebaikan orang lain padamu. Apa aku mengatakan hal yang salah?” kata Jin Ri tersenyum penuh keyakinan.

Aku hanya terdiam. Memang, semua yang dikatakannya adalah kebenaran..

“ Mengapa terdiam? Semua yang kukatakan benar ‘kan?” tanya Jin Ri tersenyum.

“ Ne. Kau memang benar. Lantas, apa ada yang mengganggumu?” kataku tajam.

“ Ani. Aku hanya merasa kasihan padamu. Selamanya kau tidak akan bisa merasakan betapa indahnya hidupmu. Kau tidak akan bisa menikmati hidup dan tidak akan pernah mengerti apa arti dari kebahagiaan yang sesungguhnya,” kata Jin Ri.

“ Itu bukan masalah. Hidupku juga tidak akan lama lagi,” jawabku datar.

“ Karena kanker otak?” tanya Jin Ri.

Bagaimana dia bisa tahu?

“ Mengapa kau bisa tahu?” tanyaku heran.

“ Kau tidak perlu tahu bagaimana aku bisa mengetahui tentang hal ini. Jadi benar karena masalah kanker otak itu?” kata Jin Ri.

“ Mungkin,” jawabku ragu. Aku sendiri tidak tahu kapan aku akan mati. Tapi yang aku tahu dan sangat aku sadari adalah hidupku memang tidak akan lama. Satu tahun itu sudah merupakan waktu yang sangat panjang bagi penderita kanker sepertiku.

“ Bukankah jika hidupmu sudah tinggal sedikit, lebih baik kau melakukan segala yang kau ingin lakukan. Menemukan kebahagiaan.. Menikmati akhir hidupmu itu agar kau bisa pergi tanpa penyesalan,” kata Jin Ri tersenyum.

“ Orang yang sehat seperti kau tidak akan mengerti,” sergahku.

“ Ani. Akulah yang paling mengerti..” kata Jin Ri, sekejap senyumnya menghilang.

“ Apa maksudmu?” tanyaku.

“ Aku sangat mengerti karena aku pun tidak memiliki waktu yang cukup banyak,” kata Jin Ri.

“ Ada apa dengan dirimu?” tanyaku lagi.

“ Organ tubuhku.. Sejak aku lahir, organ tubuhku sudah dalam keadaan yang tidak baik. Fisikku sangat lemah. Jika flu sedikit saja, aku bisa pingsan dan harus terbaring di tempat tidur berhari-hari,” jelas Jin Ri.

Sama sepertiku. Tapi.. Kurasa keadaannya lebih parah dariku. Setidaknya, karena obat dari Dokter Lee, fisikku menjadi lebih kuat..

***

Tanpa kusadari, hatiku mulai terbuka untuk seorang gadis bernama Jin Ri.. Beberapa hari kami menghabiskan hari-hari bersama. Aku merasa semakin nyaman berada di dekatnya. Senyumnya.. Aku mulai jatuh cinta pada senyumannya itu..

Aku menemani Jin Ri berbelanja. Kini, kami tengah dalam perjalan kembali ke rumah. Entah mengapa, di rumah sempit itu aku merasakan kehangatan yang selama ini tidak pernah kurasakan. Kehangatan keluarga dan sahabat.. Dan mungkin.. Cinta.

“ Ah.. Salju!” seru Jin Ri tersenyum senang.

“ Kau suka salju?” tanyaku.

“ Ne! Salju itu sangat indah. Walaupun dingin, salju itu sangat lembut..” kata Jin Ri tersenyum sambil menatap langit.

Aku hanya terdiam dan ikut menatap langit..

“ Hmm.. Terkadang, aku merasa kau seperti salju. Kau terlihat sangat dingin, tapi aku merasa sebenarnya kau memiliki hati yang hangat..” kata Jin Ri.

Perkataannya membuatku spontan menatapnya. Tiba-tiba dia berbalik menatapku, aku segera membuang muka. Aku mulai merasakan wajahku menghangat..

“ Aku tidak menyukai persamaan itu,” kataku cepat.

“ Wae? Aku menyukainya. Salju dan kau..” kata Jin Ri polos sambil terus menatapku.

“ Ya! Aku ‘kan jauh lebih tampan dibanding salju,” kataku asal.

Aish.. Apa yang kukatakan ini? Dia pasti akan mengira aku ini narsis sekali..

“ Hahahahahahahaha..” tawa Jin Ri meledak.

Aduuuuhhh.. Bodoh!! Benar-benar bodoh!! Kim Dong Jun, kau benar-benar mempermalukan dirimu sendiri!!

“ Ya!! Berhentilah tertawa!!” seruku.

“ Hmph.. Ne, ne..” kata Jin Ri sambil menahan tawa.

Jin Ri kembali menatapku..

“ Wae? Apa ada sesuatu di wajahku?” tanyaku.

“ Ani. Hanya saja.. Aku baru sadar.. Kau memang lebih tampan dibanding salju,” katanya tersenyum.

Astaga.. Gadis ini.. Dia bagaikan malaikat. Tuhan, hanya kali ini saja aku memohon padamu.. Biarkan gadis ini terus menemaniku sampai waktuku tiba.. Kali ini saja.. Aku tidak pernah meminta apapun! Kumohon kali ini saja..

BRUK! Tiba-tiba saja Jin Ri terjatuh dan terkulai di tanah..

“ Ya!! Jin Ri-ah!!” seruku berusaha membangunkannya.

Ya Tuhan.. Apa Kau begitu membenciku? Aku tidak pernah meminta apapun dari-Mu! Hanya kali ini aku meminta pada-Mu! Aku ingin bersama Jin Ri! Tapi Kau berniat langsung mengambilnya?!!!!

“ Jin Ri-ah.. Kau pasti baik-baik saja..” kataku sambil menggendong Jin Ri di punggungku, membawanya kembali ke rumah secepat mungkin..

“ Apa yang teradi padanya?!” tanya Sang Hyun kaget saat membuka pintu dan melihat Jin Ri dalam keadaan tidak sadarkan diri.

“ Entahlah. Aku juga tidak tahu. Dia tiba-tiba saja pingsan,” jawabku cepat sambil membaringkan tubuh Jin Ri di sofa.

“ Astaga.. Badannya panas sekali..” kata Sang Hyun sambil meletakkan tangannya di dahi Jin Ri.

Sang Hyun segera mengambil selimut.. Aku terdiam di samping Jin Ri..

“ Oppa..” gumamnya lirih sambil menarik ujung bajuku.

“ Wae?” tanyaku sambil mendekatkan telingaku padanya.

“ Tolong genggam tanganku..” pintanya lemah, matanya masih terpejam.

Aku menggenggam tangan kanannya yang kecil..

“ Gomawo,” katanya.

Sang Hyun kembali dengan selimutnya, lalu menyelimuti Jin Ri..

“ Dia memang selalu begitu. Saat dia sakit, dia tidak bisa tidur jika tidak menggenggam tanganku. Tapi.. Biasanya dia hanya mau denganku.. Mengapa sekarang dia mau denganmu, ya?” kata Sang Hyun heran.

Aku hanya mengangkat bahu..

“ Aku memang tidak menyukaimu, tapi kurasa adikku menyukaimu. Jangan pernah kau membuatnya menangis, atau kau akan merasakan akibatnya,” kata Sang Hyun tajam, lalu meninggalkanku dengan Jin Ri.

Apa benar Jin Ri menyukaiku? Ehem.. Sebenarnya aku juga menyukainya.. Tapi, apa rasa sukanya padaku dengan rasa sukaku padanya merupakan perasaan yang sama?

***

Malam ini adalah malam Natal.. Aku dan Jin Ri menghabiskan waktu berjalan-jalan di kota sambil menanti tibanya Natal. Sang Hyun entah ada urusan apa, dia sudah pergi sejak pagi..

“ Sejak dari kau datang sampai hari ini.. Kau sudah banyak berubah, Oppa..” kata Jin Ri tersenyum seperti biasa sangat menawan.

“ Oh, ya? Aku tidak menyadarinya,” kataku.

“ Hmm.. Kau berubah menjadi orang yang lebih hangat.. Kau juga tidak lagi berprasangka buruk pada orang lain. Kau juga terlihat lebih bahagia sekarang dibanding saat kau datang. Saat itu, kau benar-benar terlihat seperti seseorang dengan kehidupan yang paling malang di dunia ini..” jelas Jin Ri.

“ Hahahaha..” aku hanya tertawa.

Aku sangat sadar bahwa semua yang dikatakannya adalah suatu kebenaran. Dia mengajarkan banyak hal padaku. Dia mengajarkanku bagaimana mensyukuri hidup, dia juga mengajariku bagaimana menjalani hidup agar aku tidak menyesal pada saat aku tidak dapat lagi melihat hari esok. Dia juga membuka mataku bahwa tidak semua orang yang ada di dunia ini adalah orang munafik. Dia menyadarkanku akan arti kebahagiaan dalam hidup.. Choi Jin Ri.. Dia adalah malaikat yang dikirim Tuhan untukku. Baru kali ini aku merasakan anugerah Tuhan yang begitu nyata untukku.. Dan anugerah itu datang dari seorang gadis yang berhasil membuatku bertekuk lutut.. Choi Jin Ri..

“ Jin Ri-ah.. Sudah sejak lama aku ingin menanyakan hal ini.. Sebenarnya ini di mana? Saint Lucia city.. Aku tidak pernah mendengar nama kota ini sebelumnya.. Apa ini di Korea Selatan?” kataku bingung.

“ Aku sendiri tidak mengerti, Oppa.. Yang kuingat.. Saat pertama kali aku datang ke sini, Sang Hyun-oppa yang menyapaku dan mengatakan kalau aku mengalami kecelakaan sehingga aku tidak ingat siapa dia dan melupakan segala hal.. Sang Hyun-oppa juga menceritakan masa kecil kami di sini.. Tapi.. Sayangnya.. Ingatanku tidak kunjung kembali..” jelas Jin Ri.

“ Lalu.. Di mana kau menemukanku?” tanyaku bingung.

“ Entahlah. Sang Hyun-oppa yang membawamu ke rumah dan menyuruhku merawatmu..” jawabnya ringan.

“ Lalu, bagaimana kau bisa tahu kalau aku mengidap kanker otak?” tanyaku lagi.

“ Sang Hyun-oppa yang memberi tahuku,” jawab Jin Ri polos.

Ini sedikit aneh.. Selama aku di sini, gejala kankerku tidak pernah muncul. Sedikitpun tidak. Yang lebih aneh, Jin Ri pun tidak tahu kota apa sebenarnya Saint Lucia city ini karena dia hilang ingatan. Yang membuat semuanya semakin aneh, mengapa ingatannya tidak kembali sedikitpun? Padahal seharusnya, ingatan itu akan muncul sedikit demi sedikit jika dia berada di lingkungan tempat di mana dia tinggal. Walau hanya sedikit saja, dia pasti mengingatnya.. Yang paling aneh adalah Sang Hyun.. Dia yang membawaku.. Dia mengatakan pada Jin Ri yang hilang ingatan bahwa dia adalah Kakak Jin Ri.. Dan Dia juga yang memberi tahu Jin Ri kalau aku menderita kanker otak.. Ini benar-benar tidak beres..

“ Hmm.. Oppa, ada apa sebenarnya? Mengapa kau tiba-tiba bertanya seperti itu?” tanya Jin Ri heran.

“ Ani. Hanya saja..”

DUAR!! DUAR!! DUAR!! DUAR!! Kata-kataku terhenti karena suara kembang api yang mulai meluncur ke angkasa..

“ Oppa!! Lihat!! Indah sekali!!” seru Jin Ri senang.

“ Ne. Sangat indah..” kataku.

“ Di Seoul lebih banyak festival kembang api yang lebih indah dibanding ini, tapi festival kembang api ini yang paling indah yang pernah kulihat.. Karena aku melihatnya bersamamu..” kataku pelan sambil menatap Jin Ri.

“ Wae? Apa kau bicara sesuatu?” tanya Jin Ri bingung. Aku tahu, dia tidak akan mendengarnya. Biarlah.. Biar nantinya Tuhan yang memutuskan.. Apa aku akan bersama Jin Ri untuk selamanya atau tidak..

“ Oppa!! Ayo kita foto bersama!!” ajak Jin Ri sambil menarik lenganku ke sebuah stand foto.

Jin Ri memaksaku memakai kostum pangeran, sedangkan ia memakai gaun era Victoria berwarna putih. Jin Ri terlihat sangat cantik dalam balutan gaun itu..

“ Baiklah.. Kami akan segera mengambil foto Anda. Satu, dua.. CKRIK!!”

Lampu blitz menyilaukan mataku. Saat aku sadar, aku sudah berada di ruangan serba putih, ruangan tempat aku bangun saat aku pertama kali menginjakkan kaki di Saint Lucia city.. Aku melihat seorang pria berdiri memunggungiku. Punggung itu tak asing untukku.. Dia..

“ Sang Hyun?” panggilku. Memastikan apa dugaanku itu benar atau salah.

“ Ne..” jawabnya tersenyum. Sang Hyun mengenakan pakaian serba putih, membuatnya terlihat berbeda dibanding biasanya.

“ Apa yang kau lakukan di sini? Mengapa aku tiba-tiba berada di sini? Saint Lucia city, kota apa ini? Dan.. Siapa kau sebenarnya? Mengapa kau bias tahu kalau aku mengidap kanker otak?” tanyaku beruntun.

“ Hahaha..” Sang Hyun tertawa.

“ Aku berada di sini untuk mengantarkanmu kembali. Belum saatnya kau meninggal sekarang..” katanya tersenyum.

“ Apa maksudmu? Aku ‘kan memang masih hidup?” tanyaku heran. Aku tidak mampu menyembunyikan rasa penasaranku.

Mendadak sepasang sayap putih muncul di punggung Sang Hyun. Aku ternganga, tak dapat berkata apa-apa lagi karena terlalu kaget..

“ Saint Lucia city adalah tempat untuk roh yang tengah menunggu keputusan Tuhan. Semua yang berada di kota ini adalah roh yang terombang-ambing dalam hidup dan mati.. Kau pun begitu.. Aku membawamu ke sini atas titah-Nya. Beliau ingin mengajarkan arti hidup padamu, menyadarkanmu bahwa Beliau mengasihimu.. Agar kau bisa menemukan kebahagiaanmu.. Agar kau tidak menyesal saat Beliau memanggilmu kembali.. Dan aku sebenarnya adalah Gabriel.. Aku diutus untuk mewujudkan semua itu..” jelas Sang Hyun.

Aku menelan ludah.. Dia malaikat. Itu sudah cukup untuk menjelaskan bagaimana dia bisa mengetahui bahwa aku mengidap kanker otak..

“ Lalu Jin Ri?” tanyaku.

“ Sama sepertimu. Jin Ri juga terombang-ambing. Tapi Beliau belum mengeluarkan titah-Nya untuk membawa atau mengembalikan Jin Ri..” jawab Sang Hyun, ehem.. Gabriel.. Entahlah. Aku lebih suka memanggilnya Sang Hyun.

“ Apa yang akan terjadi padaku setelah ini?” tanyaku lagi.

“ Kau akan kembali ke tubuhmu yang tengah tak sadarkan diri di rumah sakit Seoul. Tenang saja.. Sebagai hadiah karena kau sudah membuat Jin Ri banyak tersenyum.. Ingatanmu selama kau berada di sini tidak akan kuhapus..” katanya tersenyum.

“ Tapi.. Jin Ri? Apa aku bisa bertemu dengannya?” tanyaku lagi. Aku tidak mau kehilangan Jin Ri!

“ Aku tidak bisa menjawab hal itu. Hal itu biarkan Beliau yang mengaturnya..” kata Sang Hyun.

“ Tapi..”

“ Waktumu untuk kembali sudah tiba, Dong Jun..” kata Sang Hyun.

“ Kumohon.. Sampaikan padanya.. Bahwa aku sangat menyayanginya..” kataku secepat yang aku bisa.

Tidak ada jawaban dari Sang Hyun. Dia sudah pergi.. Dan mendadak semuanya menjadi gelap..

***

“ Tangannya bergerak!!” samar-samar kudengar suara Ibu.

Aku membuka mataku perlahan. Pandanganku kacau, masih belum fokus..

“ Dong Jun-ah! Kau bisa mendengarku?” kata Ibu sambil menyentuh pipiku.

“ Ah.. Ibu..” panggilku lirih sambil bangkit dan duduk.

“ Akhirnya kau sadar!!” kata Ibu senang dan langsung memelukku.

“ Ibu.. Sudah berapa aku berada di sini?” tanyaku.

“ Tiga bulan lebih Dong Jun.. Apa kau tahu Ibu begitu takut kau akan meninggalkan Ibu seperti almarhum ayahmu..” kata Ibu sambil memelukku dan menangis.

“ Mianhae.. Maaf aku sudah membuatmu begitu khawatir..” kataku sambil memeluk Ibu.

“ Gwenchanayo.. Yang penting sekarang kau baik-baik saja..” kata Ibu.

Aku terdiam sambil terus memeluk Ibu yang masih saja menangis..

“ Dong Jun-ah..” panggil Ibu lembut sambil mengelus rambutku.

“ Ne?”

“ Selamat hari Natal..” kata Ibu.

“ Natal?” kataku terkaget.

“ Ehem.. Selamat hari Natal juga, Bu..” ralatku sambil tersenyum.

“ Kau tahu.. Ini mukjizat Natal terdahsyat yang pernah Ibu alami..” kata Ibu.

“ Mengapa bisa begitu?” tanyaku heran.

“ Dokter Lee mengatakan hari ini adalah hari terakhir.. Jika kau tidak sadarkan diri, maka dia akan lepas tangan.. Lagipula, teganya kau tidak memberi tahu Ibu bahwa kau terserang kanker otak secara tiba-tiba?!” kata Ibu terlihat kesal saat mengetahui aku menyembunyikan semua itu darinya.

“ Mianhae..” aku hanya bisa meminta maaf pada Ibu sebanyak yang aku bisa.

“ Tapi untungnya.. Mukjizat Natal itu tidak berakhir hanya dengan kau bangun.. Dokter Lee memeriksamu beberapa jam sebelum kau bangun tadi.. Dan ternyata sel kanker yang berada di otakmu tiba-tiba lenyap!” kata Ibu senang.

“ Jinjja?” tanyaku tak percaya.

“ Ne. Karena itulah Ibu mengatakan bahwa ini adalah mukjizat Natal terdahsyat dalam hidup Ibu..” kata Ibu.

“ Bu.. Aku ingin menceritakan sesuatu..” kataku.

“ Ne. Ceritakan saja..” kata Ibu.

“ Saat aku tertidur.. Aku bertemu dengan seorang gadis..”

Jin Ri.. Aku sudah kembali ke dunia nyata. Kapan kau akan menyusulku ke sini? Aku akan menunggumu..

***

-Beberapa bulan kemudian-

Aku memasuki cafe Moonlight itu dengan perasaan yang sangat ringan. Aku merasa segala bebanku telah lepas.. Hanya satu hal saja yang masih membebaniku.. Jin Ri.. Aku masih belum bertemu dengannya..

Aku berjalan menaiki tangga, aku memilih bangku di balkon cafe itu..

“ Selamat siang, Tuan.. Anda ingin memesan apa?” kata waitress yang baru saja menghampiri mejaku.

Aku menoleh. Dan segera aku terbelalak kaget.. Dia di sini!! Dia Jin Ri!!

“ Jin Ri..” desisku pelan.

“ Hmm.. Maaf.. Mengapa Anda bisa tahu nama saya?” kata Jin Ri heran.

Astaga.. Ingatannya dihapus. Semua memorinya saat bersamaku dihapus..

“ Hm.. Mungkin kau tidak ingat.. Tapi, kita pernah bertemu di suatu tempat sebelumnya..” kataku tersenyum.

“ Suatu tempat bernama Saint Lucia..” katanya dengan senyum terkembang.

“ Kau.. Kau mengingatku?” tanyaku tak percaya.

“ Ne, Oppa. Aku mengingatmu. Dengan sangat jelas..” katanya tersenyum.

“ Kau pelayan di sini?” tanyaku heran.

“ Ani. Aku pelanggan tetap di sini. Tadi saat aku melihatmu, tiba-tiba saja terlintas ide berpura-pura menjadi waitress.. Aku ingin memastikan apa kau mengingatku..” jelas Jin Ri tersenyum.

“ Kau ini.. Aku benar-benar shock saat kau bertanya dari mana aku mengetahui namamu..” kataku.

“ Balasan karena kau tiba-tiba menghilang saat Natal di Saint Lucia..” kata Jin Ri datar.

“ Wae? Itu ‘kan bukan kemauanku..” kataku membantah.

“ Apa kau tidak tahu bagaimana bingungnya aku saat itu? Aku mencarimu ke mana-mana, tapi aku tidak menemukanmu.. Aku takut sekali saat itu.. Karena aku belum mengatakan bahwa aku menyayangimu!” katanya kesal.

“ Kau.. Menyayangiku?” tanyaku. Apa aku tidak salah dengar??

Jin Ri menutup mulutnya dengan tangan, kaget dengan ucapannya sendiri, wajahnya memerah. Jin Ri hanya terdiam dan menunduk dengan wajah merah padam..

Aku bangkit dari tempat dudukku, berdiri di hadapan Jin Ri..

“ Boleh aku memelukmu?” tanyaku. Jin Ri hanya mengangguk.

Aku segera memeluk Jin Ri erat.. Kami berpelukan cukup lama..

“ Sang Hyun-oppa.. Gomawoyo..” kata Jin Ri sambil menatap lagit.

“ Ne. Gomawo, Sang Hyun..” kataku menyetujui sambil merangkul Jin Ri erat dan turut menatap langit yang begitu luas.

Kurasa.. Tanpa Sang Hyun, aku dan Jin Ri tidak akan bertemu.. Tapi.. Sejujurnya, Jin Ri ‘lah malaikat yang sesungguhnya bagiku. Karena dia yang mengubahku menjadi orang yang tidak lagi berprasangka.. Dia juga yang mengajariku arti hidup. Karena dia, aku sadar.. Aku harus selalu berusaha melakukan yang terbaik, agar saat tiba ajal menjemputku, tidak akan ada lagi penyesalan.. Karena dia juga aku sadar, untuk menjalani hidupku dengan sebaik mungkin, agar saat tiba ajal menjemputku, aku sudah benar-benar siap..

Kurasa inilah akhir indah dari kisah Kim Dong Jun yang lama dan merupakan awal kisah dari Kim Dong Jun yang baru.

-Fin-


Ni pertama kalinya bikin oneshoot..
tolong kritikan sarannya..
Ni fanfiction saia buat dalam rangka menjelang Natal..
Dibikin dalam sekali duduk, lhoo..
Jadi, mian kalo rada gaje...
Tolong komennya yaaa...
Gomawooo..
^^~